Suatu sore di perjalanan kereta api..

Sore yang sejuk di dalam gerbong kereta ini banyak dimanfaatkan penumpang untuk sekedar melelapkan diri sejenak dari kelelahan aktifitas kesehariannya. Seorang ibu yang memang tampak cukup lelah, tertidur pulas bersandar dari stasiun satu ke stasiun lainnya. Suara alunan rel kereta api pun seolah menjadi pengiring tidur yang memanjakan.

Pada stasiun berikutnya, naiklah seorang lelaki paruh baya beserta seorang anak kecil yang tak lepas dari gandengan tangannya. Suara mesin kereta api yang baru saja didengarnya sontak membuat sang anak berteriak riang. Dalam perjalanannya pun anak itu kerab bernyanyi dan tertawa bercanda sendiri seolah mendapatkan teman dalam imajinasinya, berlarian mondar-mandir mengikuti langkah pedagang asongan yang ada. Gemuruh keceriaannya memecah hening di gerbong tua itu. Pantas saja kalau kelakuannya itu bisa menimbulkan jengkel bagi para penumpang lainnya yang ingin merasakan ketenangan di perjalanan pulangnya, termasuk bagi seorang ibu yang tadi tengah tertidur pulas.

Merasa kesal akan teriakan-teriakan bocah itu dan ditambah lagi karena si lelaki paruh baya itu sama-sekali tidak terlihat menasehati anaknya, maka sang ibu yang merasa ‘mewakili’ penumpang yang lain memberanikan diri menegur lelaki itu dengan nada yang cukup sinis. Berkata sang ibu itu:
“hey Pak, kenapa tidak ditegur sih anaknya, tolong dong anaknya disuruh diam, berisik sekali, mengganggu penumpang yang lain tau tidak..!!!”——

Tapi ternyata, lelaki itu tidak langsung meminta sang anak untuk diam, bahkan meng’iya’kan permintaan ibu itu pun tidak.. >> Tahu apa yang dikatakan bapak itu???… Dengan nada getar lelaki paruh baya yang sebenarnya paman anak itu pun berkata:
“Maaf ibu, bukan saya tak ingin menegurnya tapi sedetik pun saya tidak ingin melihatnya diam. Tak sampai hati saya lakukan itu. Hampir selama seminggu anak itu tampak murung dan tidak sepatah kata pun diucapkannya, ia hanya diam dan sesekali matanya berkaca untuk kemudian menangis tanpa bersuara. Pandangannya kosong sejak ia menyaksikan sendiri kedua orang tua dan kakaknya tewas dalam sebuah kecelakaan mobil satu minggu silam. Baru kali ini saja, di dalam kereta api yang sesak ini saya kembali melihat cerianya, teriakan bebasnya, dan alunan lagu yang dulu sering dinyanyikannya. Jadi, silahkan ibu sendiri saja yang menegurnya langsung, tak tega saya lakukan itu..”

Amarah & rasa jengkel yang ada di hati ibu itu pun seketika menghilang, kemarahannya berubah menjadi haru dan rasa prihatin yang mendalam. Cacian dan gerutu yang ada di hati para penumpang yang lainnya pun berubah menjadi doa untuk kebaikan anak itu. Dan perjalanan di kereta api itu pun menjadi semakin segar dengan alunan lagu dan suara-suara riang anak itu..

————————- Nah teman, tak jarang juga lho kejadian seperti ini sering terjadi di kehidupan kita. Hati yang mungkin saja diselimuti perasaan marah, jengkel, dan tidak terima akan sikap dan perlakuan orang lain di sekitar kita bisa membuat kita emosi dan naik pitam. Tapi mari kita kita mencoba memahami, meluangkan telinga dan mata hati kita untuk mendengar, membaca, dan melihat semua dari banyak sisi. Dengan begitu, kita akan dapat mengerti keadaan orang lain, latar belakang sikap-sikapnya, dan sikap toleransi pun pasti akan tumbuh di hati kita. Dengan sendirinya, hal yang mungkin saja kita anggap `salah` bagi orang lain dapat menjadi `benar` ketika kita memposisikan diri dalam keadaannya. Semoga^